Politik Dinasti dalam Perspektif Masyarakat Perkotaan (Studi di Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung Tahun 2024)
DOI:
https://doi.org/10.57250/ajsh.v5i1.700Kata Kunci:
Perspektif, politik dinasti, Masyarakat perkotaanAbstrak
Proses pencalonan Gibran Rakbuming Raka menjadi calon Wakil Presiden mendampingi Calon Presiden PrabowoSubianto pada pemilihan Presiden/Wakil Presiden tahun 2024 di warnai oleh persoalan syarat GibranRakabuming Raka yang melanggar ketentuan persyaratan calon. Berdasarkan Pasal 169 huruf q UU No.7 Tahun 2017 tentang pemilihan presiden/wakil presiden, di nyatakan bahwa syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden adalah 40 tahun. Melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90 tahun 2023, persyaratan calon presiden/wakil presiden tersebut di rubah menjadi syarat usia calon presiden/wakil presidenminimal berusia 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara yang diperoleh melalui pemilihan umum. Keputusan MK ini dianggap kontrofersi dan memicu kegaduhan, karena dianggap melanggar. Melanggar karena proses Keputusan tersebut melibatkan Ketua MK (hakim) Usman yang notabene adalah pamannya Gibran. Kemudian pelanggaran lainnya adalah melanggar ketentuan open legalpolicy. Lahirnya Keputusan MK ini dianggap sebagai politik dinasti, namun pada pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024, pasangan PrabowoSubianto dan Gibran Rakabuming Raka memperoleh suara terbanyak, yaitu 58,59% secara nasional, 69,5% tingkat provinsi Lampung, dan 61,2% di Tingkat kota Bandar Lampung. Yang menarik adalah walaupun proses pencalonan Gibran yang banyak mendapat sorotan dan penolakan dari masyarakat, namun ketika dilakukan pemilihan, kemenangannya sangat signifikan. Setelah dilakukan penelitian tentang perspektif politik dinasti pada masyarakat perkotaan, studi di Bandar Lampung pada pemilu presiden/wakil presiden tahun 2024, diperoleh hasil bahwa 89% masyarakat Bandar Lampung memahami bahwa politik dinasti adalah tidak baik, dan merusak demokrasi. Namun Ketika dilakukan pemilihan, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terkalahkan oleh adanya politik gentong babi.Kondisi ini menunjukan bahwa perspektif masyarakat tidak berkorelasi dengan perilakunya atau distorsi.Untuk itu diperlukan usaha yang massif untuk mendorong agar perilaku masyarakat lebih cerdas, yaitu memahami bahwa keputusan politik yang dibuatnya akan berdampak baik atau buruk bagi masa depan bangsanya.
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2025 Budi Harjo, Ari Darmastuti, R SIgit Krisbintoro, Bendi Juantara

Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.